Peran Pemuda dalam Perubahan Sosial
di Indonesia
ABSTRAK
Paradigma
bahwasanya pemuda adalah generasi perubahan yang memiliki fitrah sebagai
pemberani dan revolusioner yang memiliki karakter khas yang berbeda dengan
golongan lainnya. Sehingga pemuda memiliki peran dan kedudukan yang penting
baik dalam tatanan bernegara, berbangsa, dan beragama. Penguatan peran pemuda
tentu merupakan hal yang lumayan sulit ditengah-tengah gencarnya hegemoni
budaya luar yang mengerecoki baik pemikiran maupun perilaku pemuda saat ini.
Indonesia
sebagai Negara demokrasi mewujudkan peran pemuda dengan di sahkannya UU No 40
tahun 2009 tentang kepemudaan. Sehingga tampak bahwa pemuda merupakan aspek
penyokong Negara yang selalu dipertimbangkan. Sejarah memberikan ruan pengakuan
bahwasanya peran pemuda tidak lepas dari kehidupan bernegara. Hal ini kemudian
menjadi acuan bahwa pemuda seharusnya turut berperan dalam tataran mewujudkan
demokrasi.
A. Pendahuluan
Peran
mahasiswa yang terwujud dalam gerakan mahasiswa merupakan kegiatan atau aktivitas
mahasiswa dalam rangka meningkatkan kemampuan berorganisasi dan mengasah
kepandaian mereka dalam kepemimpinan. Semua itu telah terbukti dalam lembaran
sejarah Indonesia.
Berdirinya
Budi Utomo pada tahun 1908 sebenarnya telah menjadi tonggak yang cukup kuat
bagi perkembangan pergerakan nasional. Menurut sejawaran yang ada di Indonesia
maupun luar negeri, Budi Utomo merupakan mercusuar bagi pergerakan nasional
Indonesia. Walaupun akhir-akhir ini mulai muncul penafsiran baru. Tafsir baru
itu antara lain menyatakan bahwa pergerakan nasional sudah ada dan dimulai
sejak Sarekat Islam, yang faktanya lebih dulu ada dan bersifat massa bila
dibandingkan dengan Budi Utomo yang hanya bergerak di kalangan bangsawan Jawa.
Namun, dengan alasan bahwa organisasi modern sudah dimiliki oleh Budi Utomo
lantas argument tersebut menjadi kesepakatan sebagai titik pergerakan nasional
di Indonesia, tetapi yang utama nasionalisme tidak bisa dilepaskan dari peran
yang dimainkan oleh kaum intelektual.
Perbedaan
tafsir boleh saja dalam sejarah, karena sejarah akan menjadi menarik, dengan
demikian dialog antara sejarawan dan sejarah akan terus menarik untuk dikaji
dan diikuti. Demikian halnya dengan melihat sejarah terutama peran pemuda akan
menarik, karena di mana ada gerakan perubahan, maka dapat dipastikan ada unsur
pemuda di dalamnya. Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran dari
kelompokkelompok lain dalam masyarakat yang juga turut serta di dalam gerakan
perubahan. Perhimpuanan Indonesia bergerak dalam menuntut perubahan walaupun mereka
sedang belajar dan berada di Belanda. Kecintaan mereka terhadap tanah air
yang membuat mereka terus bergerak.
Di
kalangan pemuda terdapat gerakan Tri Koro Darmo, Jong Java, Jong Celebes Bond,
Jong Sumatra Bond, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, dan
Indonesia Muda. Pada tanggal 30 April 1926 mereka mengadakan
Konggres Pemuda I di Jakarta. Dalam konggres dihasilkan keputusan untuk
mengadakan Konggres Pemuda Indonesia II, dan semua perkumpulan pemuda agar
bersatu dalam satu organisasi pemuda Indonesia. Kemudian Konggres Pemuda II
diadakan tanggal 27-28 Oktober 1928, disepakati tiga keputasan pokok yaitu:
1) Dibentuknya suatu badan fusi untuk semua organisasi
pemuda.
2) Menentapkan ikrar pemuda Indonesia bahwa mereka:
a) Mengaku bertumpah
darah yang satu, tanah air Indonesia.
b) Mengaku berbangsa
satu, bangsa Indonesia.
c) Menjunjung bahasa yang
satu, bahasa Indonesia.
3) Asas ini wajib dipakai oleh semua
perkumpulan di Indonesia.
Hasil ini menjadi pondasi bagi
persatuan Indonesia. Lagu yang berjudul Indonesia Raya karangan Wage Rudolf
Supratman yang dikumandangkan membangkitkan semangat para pesertanya. Dan
Sumpah Pemuda tiada lain adalah ungkapan sejarah manusia Indonesia.
Berdasar
pada sejarah, pemuda merupakan unsur yang menarik dan esensial dalam suatu
gerakan perubahan, maka menarik untuk dikaji. Karena di dalam jiwa pemuda
terdapat kerelaan berkorban demi cita-cita. Di dalam pemuda terdapat api
idealisme yang tidak menuntut balasan, baik berupa uang atau kedudukan. Di
dalam pemuda terdapat semangat yang selalu membara. Bersama pemuda kita
menentang segala kekuasaan yang tiran. Bersama pemuda, kapal yang bernama
Indonesia akan ditentukan maju, diam atau tenggelam.
Pada
kesempatan kali ini penulis ingin mengkaji “Pemuda dalam Perubahan Sosial”,
yang di dalamnya akan coba dibahas mengenai:
A.) Pemuda dalam perubahan sosial di Indonesia
B.) Tantangan kaum muda pada masa kini.
C.) Pemuda harus belajar sejarah D.) Pemuda merupakan
lokomotif perubahan.
E.) Penutup.
B. Sejarah
Peran Pemuda dalam Perubahan Sosial
Pada
masa awal pergerakan nasional yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo pada
tahun 1908. Berdirinya dipelopori oleh Pemuda Sutomo dan kawankawan yang
merasa tergugah hatinya dengan keadaan yang menimpa masyarakat Indonesia atau
Jawa pada khususnya dan awalnya. Organisasi ini secara keorganisasian sudah
dianggap maju bila dibandingkan dengan organisasi pemuda lainnya yang ada di
Nusantara.
Pada
awal abad ke-XX di Indonesia ditandai dengan semakin kerasnya politik kolonial
Belanda. Politik kolonial Belanda yang demikian represif membuat kehidupan
rakyat semakin menderita. Kemudian muncul perhatian terhadap kedudukan dan
keadaan penduduk pribumi. Bangkitlah tuntutan terhadap perbaikan nasib pribumi.
Pemerintah kolonial Belanda menjawab tuntutan dari kalangan agamawan, ataupun
partai sosialis yang sering menyebut dirinya sebagai kaum humanis dengan
melaksanakan politik Ethis.
Politik
Ethis dalam pelaksanaannya kurang memuaskan, namun dalam bidang pendidikan suka
atau tidak program tersebut telah melahirkan suatu kelas baru yang
dikenal sebagai kaum terpelajar. Kaum terpelajar ini yang kemudian berkumpul,
berdiskusi dan akhirnya mereka membuat kelompok-kelompok. Dalam
kelompokkelompok maka terbentuk organisasi seperti Budi Utomo. Ada juga,
Sarekat Islam, Indische Partij, Partai Komunis Indonesia,Partai Nasional
Indonesia. Melalui organisasiorganisasi tersebut maka tersebut nama-nama
seperti, Wahidin Sudirohusodo, Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Tirtoadisuryo,
Semaun, Tan Malaka, Hatta dan Sukarno.
Mereka
hanya sekulumit pemuda yang mencoba memahami keadaan-keadaan sosial masyarakat
dan coba mengambil aksi. Dalam kegiatan tersebut tak jarang tangan besi
penguasa kolonial Belanda membuatnya lemah, namun mereka terus berusaha
bergerak, berjuang dalam memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Usaha-usaha itu
dilakukan dalam bidang budaya, pendidikan, politik, dan ekonomi. Dalam suasana
Perang Dunia I, yang menimbulkan kesadaran untuk menentukan nasib
sendiri.Setelah Perang Dunia II berakhir dan Jepang keluar sebagai pihak yang
kalah, maka di Indonesia pada waktu itu yang berada dalam penguasaan Jepang
terjadi kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Dalam kekosongan kekuasaan
tersebut lagilagi pemuda menuntut Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia. Akhirnya Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya atas
nama Sukarno-Hatta. Lahirlah apa yang disebut sebagai nasion Indonesia, pada
tanggal 17 Agustus 1945, yang menurut Ben Anderson disebut sebagai revolusi
pemuda.
Dalam
zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, Belanda mencoba untuk menguasai
Indonesia kembali, maka terjadilah agresi militer Belanda I dan II. Pada
zaman revolusi, dalam rangka mempertahankan negara yang baru lahir dari
serangan musuh. Pemuda Indonesia berada di garda paling depan dalam menghalau
kekuatan musuh. Mereka merelakan jiwa dan raganya demi ibu pertiwi yang mereka
cintai. Di sini pemuda turun menjadi motor penggerak utama revolusi kemerdekaan
Indonesia.
Pada
jaman pemerintahan di bawah kekuasaan presiden Sukarno yang mengabaikan
kepentingan rakyat dan cenderung mengarah ke diktatktor. Pemuda kembali
bergerak, mereka turun ke jalan membentuk pendapat umum dan menyuarakan
penderitaan rakyat. Akhirnya rezim Sukarno jatuh dan muncullah Suharto sebagai
presiden baru dengan harapan yang baru pula.
Pemuda
kembali memainkan perannya dalam mengakhiri masa otoriter rezim Suharto setelah
berkuasa kurang lebih selama 32 tahun lamanya. Pemuda-pemuda yang tergabung
dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakat bersatu menuju
gedung DPR-MPR RI dan mendesak Presiden Suharto untuk mundur dari tampuk
kekuasaan. Masa otoriter pemerintahan Suharto dapat diakhiri. Indonesia
memasuki jaman reformasi. Reformasi dianggap sebagai jaman kebebasan setelah
rakyat terbelenggu dalam jaman otoriter. Namun Keadaan Indonesia tak kunjung
membaik.
C. Tantangan
Kaum Muda Masa Kini
Edward
Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki
tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebukan ada lima fungsi kaum
intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan
baganbagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama,
mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit
memandang, mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Sementara
itu Samuel Huntington menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan
bagian yang mendorong perubahan politik yang disebut reformasi.
Menurut
Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam
kehidupan politik. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh
pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas di antara masyarakat.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah,
sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang
terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya
hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal
dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus
sehari-hari. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan
atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam
masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
Tantangan
untuk kaum muda seolah tak pernah berhenti. Tantangan itu datangnya bukan hanya
dari dalam negeri, tetapi juga muncul dari luar negeri. Untuk itu, tantangan
bagi kaum muda dibagi menjadi dua yaitu:
1. Dalam
Negeri
Kemajuan
yang diharapkan akan segera tercipta setelah rezim Suharto tumbang ternyata
tidak juga tercapai. Bahkan reformasi sudah berjalan selama satu dasawarsa
lebih. Mulai dari presiden Habibie, Abdulrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang
Yudhoyono keadaan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan.
Keadaan
sebaliknya terjadi krisis terus melanda segala aspek (multidimensional), dan
korupsi terus merajalela. Isu yang sempat berhembus kencang adalah adanya
krisis kepemimpinan. Bahkan dalam pemilu 2009 yang lalu para calon presiden
Indonesia dan wakil presiden merupakan orang-orang lama, yang sudah terbukti
tidak mampu menjadi lokomotif perubahan. Tentu dengan pemilihan umum calon
independent dapat menjadi suatu alternatif bagi kepemimpinan muda di Indonesia.
Deskripsi
di atas menunjukkan bahwa Indonesia memang mengalami krisis kepemimpinan.
Sebenarnya sebagai negara demokrasi hal ini tidak perlu terjadi, karena dalam
negara demokrasi pemimpin itu diciptakan melalui regenarsi baru muncul dan
berperan. Tetapi di Indonesia ini tidak terjadi dengan baik, karena kaum tua
senang mendominasi kekuasaan dengan gaya main kuasa, merasa paling benar
sendiri dan kong kalikong.
Satu
dari sekian banyak faktor pemicu krisis kepemimpinan ini disebabkan oleh
kacaunya sistem pendidikan Indonesia. Di mana ganti menteri, maka buku, program
dan kurikulum diganti pula. Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini
berorientasi pasar sehingga hanya menciptakan “budak-budak baru”dalam era
globalisasi. Presiden Sukarno pernah mengatakan jangan sampai rakyat Indonesia
di tengah-tengah finanzkapital hanya menjadi budak di atara bangsa-bangsa (en
volk van koelies en een koelie onder de natie). Terlebih lagi di era
kapitalisme global sekarang ini di mana manusia hanya dijadikan alat pengahasil
keuntungan yang harganya tak lebih tinggi daripada mesin atau bahkan dihargai
lebih rendah.
Belum
lagi korupsi yang menggerogoti birokarsi pemerintahan. Yang juga mampu
menyebabkan kesejahteraan rakyat terampas oleh tindakan para birokrat yang
tidak bermoral dan berprikamenusiaan dan hanya mengedepankan kepentingan
kelompok dan golongannya sendiri. Buktinya, tahun baru para menteri diberikan
fasilitas mobil baru, yang bila dibandingkan dengan mobil-mobil menteri di
benua Eropa maka mobil menteri Indonesia jauh lebih mahal. Renovasi rumah
anggota DPR RI yang mencapai milyaran rupiah per-unit. Ironisnya Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono berencana membeli pesawat kepresidenan di tengah
mahalnya harga beras dan meningkatnya konsumsi singkong di tengah
masyarakat.
2. Luar
Negeri
Pada
tatanan Internasional, dampak globalisasi sudah tampak di Indonesia, walaupun
globalisasi tidak selalu membawa dampak negatif, tetapi ada juga positifnya.
Tetapi globalisasi di Indonesia secara umum lebih banyak dampak negatifnya,
seperti pola hidup masyarakat yang menjadi konsumtif, hedonis, dan
materialistik.
Terlebih
lagi sumber daya alam Indonesia yang melimpah menjadi terbuka bagi
negara-negara kaya, misalnya Amerika Serikat, Jepang (baca Amerika Serikat dan
sekutunya) yang cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi negaranya dan
menghalalkan segala cara dalam menjaga kepentingan industrinya, misal
penguasaan minyak di Irak secara paksa dengan kekuatan militer dengan
mengatasnamakan menjaga perdamaian dunia.
Dampak
dari globalisasi dan kapitalisme global telah menjadikan Indonesia sebagai
“kue” yang siap dibagi-bagi untuk dikuasai. Kemudian penciptaan industri di
negara-negara kaya tidak terbatas, sedangkan di negara-negara berkembang harus
dibatasi dengan alasan pemanasan global (global warming).Padahal negara-negara
industri seperti Amerika Serikat dan sekutunya yang menjadi pemasok gas
terbesar dalam pemanasan global tidak kebakaran jenggot seperti Indonesia.
Akibatnya negaranegara berkembang yang hendak berkembang industrinya menjadi
terhambat dengan alasan-alasan yang politis. Atau global warming dikampenyekan
sengaja untuk menghambat industri dari negara-negara berkembang yang mulai
berkembang pesat. Dengan kata lain negara-negara industri besar takut tersaingi
dan mereka akan kehilangan monopoli industrinya. Pemuda harus kritis dalam
menyikapi masalah ini.
D. Pemuda
Harus Belajar Sejarah
Dahulu
pada zaman kolonial Belanda dan kapitalisme, melalui para pemuda Indonesia
mengambil peran aktif, maka pada saat sekarang ini keadaan Indonesia yang
mengalami krisis multidimensional pemuda sudah saatnya turun tangan melakukan
aksi. Bukan hanya menonton saja, kaum intektual yang tinggal diam melihat
rakyat sengsara telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
Pada
waktu Sarekat Islam dibatasi gerakannya, Partai Komunis Indonesia dilarang oleh
pemerintah kolonial Belanda, pergerakan rakyat Indonesia seolah mati. Tetapi
tidak, maka muncul pemuda Sukarnon dan kawan-kawannya dengan gaya
kepemimpinan alaternatif, walaupun akhirnya ia harus dipenjara.22 Sekarang
pemuda juga harus tampil ke depan dalam mengisi kemerdekaan. Untuk itu pemuda
perlu menenggok ke belakang alias belajar dari sejarah. Artinya kita harus
segera mengakui bahwa di belakang ada kesalahan yang harus dijadikan sebagai
cermin untuk menentukan langkah bagi masa depan agar kesalahan seperti;
pembunuhan massal 196523, DOM di Aceh, pelenggaran HAM dalam penembakan
semanggi dan pelanggaran HAM di Timor-Timur24 harus diselesaikan. Tujuannya
supaya tidak menjadi beban sejarah yang dapat menghambat kemajuan bagi
Indonesia.
Jika
hal ini dapat dilakukan, maka rakyat Indonesia benar-benar belajar dari
sejarah. Artinya belajar dari sejarah bukan hanya belajar dari segala yang
baik-baik saja, tetapi hakekat belajar sejarah adalah belajar juga dari
kesalahan di masa lalu agar kesalahan itu tidak terulang lagi di masa yang akan
datang. Rasa curiga dan mencurigai antar kelompok yang bertikai akan
benar-benar dapat teratasi sebagai sesama anak bangsa. Kalau itu tercapai maka
berbagai kelompok dapat bersatu dalam menyongsong masa depan Indonesia seperti
yang dicita-citakan bersama, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Kaum
muda yang sudah terdidik jangan menjauh dari rakyat dan mengabdikan diri pada
negara-negara kaya, tetapi pemuda harus bersatu dengan rakyat, memberikan
penerangan kepada rakyat. Kaum muda jangan hanya terjun ke masyarakat pada waktu
melakukan KKN25 saja, tetapi karena merasa senasib sepenanggungan dengan
rakyat. Karena pemuda juga bagian dari rakyat.
“Dalam
masa pergerakan nasional kaum inteligensia mempunyai tugas: merebut kemerdekaan
dengan solidaritas pada rakyat.”26 Kaum inteligensia yang demikian sudah
memenuhi dharmanya. Dalam post independence period pemuda harus mencoba
mengerti dan memahami persoalan-persoalan bangsanya dewasa ini. Masalah
ketidakmengertian adalah masalah kaum intelektual secara
umum.
Belajar
dari Ki Hajar Dewantoro, pemuda harus memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.27 Artinya pemuda harus berada
digarda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif perubahan.
Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai kesejahteraan
rakyat. Keadaan yang buruk ini harus segera diakhiri. Di belakang pemuda
memberikan semangat dan mendorong rakyat bahwa perubahan ke arah yang lebih
baik atau yang dicita-citakan dapat tercapai jika mereka bersatu. Tantangan
yang datang dari dalam maupun luar pasti dapat teratasi.
E. Penutup
Sejarah
telah membuktikan bahwa pemuda telah berbuat, namun tantangan terus datang,
dari dalam dan luar negeri. Pemuda harus belajar dari sejarah agar memiliki
jati diri dan memiliki dasar yang kuat, dan agar mengetahui dari mana perubahan
harus diusahakan. Setelah itu, sebagai lokomotif perubahan pemuda siap
bergerak.
Mengambil
momentum peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-82, sudah saatnya pemuda
menunjukkan perannya kembali, bukan sebagai motor yang menggulingkan rezim
diktator. Tetapi sebagai lokomotif dalam perubahan sosial yang menjadikan
Indonesia maju, sejahtera dan berkeadilan. Pemuda harus bersifat Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
Daftar
Pustaka
Sumber
Buku:
Adams,
Cindy. 1966. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung.
Anderson,
B.R.O’G. 1972. Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance,
19441946. Ithaca: Cornell Universit Press.
Arbi
Sanit. 1981. Sistim Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.
Baskara
T. Wardaya (ed). 2001. Menuju Demokrasi. Politik Indonesia dalam Perspektif
Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Cribb,
Robert (ed). 1991. The Indonesian Killings 1965-1966: Studies from Java and
Bali. Asutralia: Center of Southeast Asian Studies.
Ensiklopedia
Nasional Indonesia. Jilid 12. 1990. Jakarta: PT Cipta Adipustaka.
Mangun
Wijaya, Y.B. 1998. Menuju Republik Indonesia Serikat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Maxwell,
John. 2005. Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Pamoe
Rahardjo dan Islah Gusmian (peny). 2002. Bung Karno dan Pancasila. Menuju
Revolusi Nasional.Yogyakarta: Galang Press.
Ricklefs,
M.C. 2005.Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sartono
Kartodirdjo. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional. Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta: PT Gramedia.
Sukarno.
1951. Indonesia Menggugat (Pembelaan Bung Karno di Muka Hakim Kolonial).
Jakarta: S.K. Seno.
Sularto,
St. 2001. Dialog dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun. Jakarta: Kompas.
Koran dan Jurnal:
Kompas,
6 Februari 2010, “Beras Operasi Pasar Tak Terbeli, Konsumsi Singkong
Meluas.”
Shils,
Edward. “The Intellectuals in the Political Developments of the New States”,
World Politics, April 1960.